Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sebelumnya kita telah membahas delapan golongan
yang berhak menerima zakat. Jika di antara kerabat ada yang termasuk orang yang
berhak menerima zakat (misal fakir dan miskin), apakah kerabatnya bisa
memberikan ia zakat? Berikut penjelasan selengkapnya.
Suami Memberi Zakat kepada Istrinya
Hal ini tidak dibolehkan berdasarkan ijma’ ulama
(kesepakatan para ulama). Mayoritas ulama memberi alasan bahwa nafkah suami itu
wajib bagi istri. Sehingga jika suami memberi pada istri, itu sama saja ia
memberi pada dirinya sendiri.[1]
Istri Memberi Zakat kepada Suaminya
Mengenai hal ini terdapat perselisihan di antara
para ulama. Pendapat yang tepat, istri boleh memberikan zakat untuk suami. Di
antara dalilnya adalah hadits berikut:
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai
berkhutbah, sesampainya Beliau di tempat tinggalnya, datanglah Zainab, isteri
Ibu Mas'ud meminta izin kepada beliau, lalu dikatakan kepada beliau, "Wahai
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ini adalah Zainab". Beliau bertanya,
"Zainab siapa?". Dikatakan, "Zainab isteri dari Ibnu Mas'ud". Beliau berkata,
"Oh ya, persilakanlah dia". Maka dia diizinkan kemudian berkata, "Wahai Nabi
Allah, sungguh anda hari ini sudah memerintahkan shadaqah (zakat) sedangkan aku
memiliki emas yang aku berkendak menzakatkannya namun Ibnu Mas'ud mengatakan
bahwa dia dan anaknya lebih berhak terhadap apa yang akan aku sedekahkan ini
dibandingkan mereka (mustahiq).“ Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Ibnu Mas'ud benar, suamimu dan anak-anakmu lebih berhak kamu berikan
shadaqah daripada mereka".[2]
Alasan lainnya, istri tidak punya kewajiban
memberi nafkah pada suami. Maka tidak mengapa memberi zakat kepada suami
seakan-akan ia orang lain.[3]
Memberi Zakat kepada Orang Tua dan Anak
Menyerahkan zakat kepada orang tua atau kepada
anak yang tidak lagi ditanggung nafkahnya, jika mereka termasuk orang yang
terlilit utang, budak mukatab (budak yang ingin merdeka dan perlu tebusan) atau
ingin berperang di jalan Allah, maka itu dibolehkan berdasakan pendapat yang
paling kuat.[4]
Sedangkan jika orang tua dan anak tadi itu miskin
dan ia tidak bertanggung jawab sama sekali dalam memberi nafkah pada mereka,
diperbolehkan juga memberi zakat kepada mereka berdasarkan pendapat yang lebih
kuat dan ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Jadi hal di atas dibolehkan jika mereka yang
diberi zakat itu miskin dan orang yang memberi zakat tidak mengambil manfaat
sama sekali dari zakat yang telah ia serahkan.[5]
Memberi Zakat kepada Kerabat
Boleh menyerahkan zakat kepada kerabat jika
memang mereka betul-betul orang yang berhak menerima zakat yaitu termasuk
delapan golongan sebagaimana yang telah dijelaskan. Bahkan kerabat lebih berhak
mendapatkan zakat dari yang lainnya. Karena di situ ada pahala sedekah (zakat)
sekaligus pahala menjalin hubungan kekerabatan (silaturahmi).
Dari Salman bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ
وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
“Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin
pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya dua; pahala
sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.”[6]
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihaat.
Diselesaikan di Panggang-GK, 24 Sya’ban 1431 H
(05/08/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
[1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8268, index
“zakat”, point 178.
[2] HR. Bukhari no. 1462.
[3] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, Al
Maktabah At Taufiqiyah, 2/75-76.
[4] Majmu’ Al Fatawa, 25/90-92.
[5] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/75.
[6] HR. An Nasai no. 2582, At Tirmidzi no. 658,
Ibnu Majah no. 1844. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
No comments:
Post a Comment