Sebentar lagi Ramadhan akan berakhir, suatu
kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang yang berpuasa adalah zakat fithri.
Berikut adalah beberapa penjelasan mengenai zakat fithri dan beberapa kesalahan
di dalamnya.
Hikmah Disyari’atkan Zakat Fithri
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً
لِلْمَسَاكِينِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkara yang
sia-sia dan perkataan kotor, sekaligus untuk memberikan makan orang-orang
miskin.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Dalam Shohih wa Dho’if
Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Selain itu juga, zakat fithri akan mencukupi kaum
fakir dan miskin sehingga tidak meminta-minta pada hari raya ‘idul fithri.
Dengan ini, mereka dapat bersenang-senang dengan orang kaya pada hari tersebut.
Syari’at ini juga bertujuan agar kebahagiaan ini merata, dapat dirasakan oleh
semua kalangan. (Lihat Minhajul Muslim, 23, Darus Salam dan Majelis Syahri
Ramadhan, 142, Darul ‘Aqidah)
Hukum Zakat Fithri
Zakat Fithri adalah shodaqoh yang wajib
ditunaikan oleh setiap muslim pada hari berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan
Ramadhan. Hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -
زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ
وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap
muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun
dewasa.” (HR. Bukhari no. 1503).
Catatan : Perlu dipehatikan bahwa shogir (anak
kecil) dalam hadits ini tidak termasuk di dalamnya janin. Karena ada sebagian
ulama seperti Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa janin juga wajib dikeluarkan
zakatnya. Hal ini kurang tepat karena janin tidaklah disebut shogir dalam bahasa
Arab juga secara ‘urf (anggapan orang Arab) (Lihat Shifat Shaum Nabi, 102).
Namun, jika ada yang mau membayarkan zakat fithri untuk janin tidaklah mengapa
karena dahulu sahabat Utsman bin ‘Affan pernah mengeluarkan zakat fithri bagi
janin dalam kandungan. (Lihat Majelis Syahri Ramadhan, 142)
Yang Berkewajiban Membayar Zakat Fithri
Zakat fithri ini wajib ditunaikan oleh :
[1] Setiap muslim sedangkan orang kafir tidak
wajib untuk menunaikannya, namun mereka akan dihukum di akhirat karena tidak
menunaikannya,
[2] Yang mampu mengeluarkan zakat fithri. Menurut
mayoritas ulama, batasan mampu di sini adalah mempunyai kelebihan makanan bagi
dirinya dan yang diberi nafkah pada malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila
keadaan seseorang seperti ini berarti dia mampu dan wajib mengeluarkan zakat
fithri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa meminta-minta, padahal dia memiliki
sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia telah mengumpulkan bara api.”
Mereka berkata, ”Wahai Rasulullah, bagaimana ukuran mencukupi tersebut?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Seukuran makanan yang
mengenyangkan untuk sehari-semalam.” (HR. Abu Daud no. 1435. Dikatakan shohih
oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Abi Daud) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, II/80)
Bagaimana dengan anak dan istri yang menjadi
tanggungan suami, apakah perlu mengeluarkan zakat sendiri-sendiri?
Menurut An Nawawi, kepala keluarga wajib membayar
zakat fithri keluarganya. Bahkan menurut Imam Malik, Syafi’i dan mayoritas ulama
wajib bagi suami untuk mengeluarkan zakat istrinya karena istri adalah
tanggungan nafkah suami. (Syarh Nawawi ‘ala Muslim, 3/417, Asy Syamilah).
Kapan Seseorang Mulai Terkena Kewajiban Membayar
Zakat Fithri?
Misalnya adalah apabila seseorang meninggal satu
menit sebelum terbenamnya matahari pada malam hari raya, maka dia tidak punya
kewajiban dikeluarkan zakat fithri. Namun, jika ia meninggal satu menit setelah
terbenamnya matahari maka wajib untuk mengeluarkan zakat fithri darinya. Begitu
juga apabila ada bayi yang lahir setelah tenggelamnya matahari maka tidak wajib
dikeluarkan zakat fithri darinya, tetapi dianjurkan sebagaimana perbuatan Utsman
di atas. Namun, jika bayi itu terlahir sebelum matahari terbenam, maka zakat
fithri wajib untuk dikeluarkan darinya (Lihat Majelis Syahri Ramadhan, 142).
Macam Zakat Fithri
Benda yang dijadikan zakat fithri adalah berupa
makanan pokok, baik itu kurma, gandum, beras, kismis, keju, dsb dan tidak
dibatasi pada kurma atau gandum saja (Lihat Majelis Syahri Ramadhan, 142 &
Shohih Fiqh Sunnah, II/82). Inilah pendapat yang benar sebagaimana dipilih oleh
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa,
namun hal ini diselisihi oleh Hanabilah. Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau gandum karena ini
adalah makanan pokok penduduk Madinah. Seandainya itu bukan makanan pokok mereka
tetapi mereka mengkonsumsi makanan pokok lainnya, maka beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam tentu tidak akan membebani mereka mengeluarkan zakat fithri
yang bukan makanan yang biasa mereka makan. Sebagaimana juga dalam membayar
kafaroh diperintahkan seperti ini. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ
أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ
“Maka kafaroh (melanggar) sumpah itu ialah
memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan
kepada keluargamu.” (QS. Al Maidah [5] : 89). Dan zakat fithri merupakan bagian
dari kafaroh. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, II/82)
Ukuran Zakat Fithri
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Umar di
atas bahwa zakat fithri adalah seukuran satu sho’ kurma atau gandum. Satu sho’
dari semua jenis ini adalah seukuran ‘empat cakupan penuh telapak tangan yang
sedang’ sebagaimana yang disebutkan dalam Kamus Al Muhith. Dan apabila ditimbang
akan mendekati ukuran 3 kg. Jadi kalau di Jawa makanan pokoknya adalah beras,
maka ukuran zakat fithrinya sekitar 3 kg dan inilah yang lebih hati-hati. (Lihat
pendapat Syaikh Ibnu Baz dalam Majmu’ Fatawa-nya V/92 atau Majalah Al Furqon Th.
I, ed 2)
Bolehkah Mengeluarkan Zakat Fithri dengan Uang
?
Berikut kami sarikan fatwa Syaikh ‘Abdul Aziz
bin Abdullah bin Baz selaku Ketua Umum Dewan Pengurus Riset Ilmiah, Fatwa,
Dakwah dan Pembimbingan Kerajaan Saudi Arabia (Ro’is Al ‘Aam Li-idarot Al Buhuts
Al ‘Ilmiyah wal Ifta’ wad Da’wah wal Irsyad).
Alhamdulillahi robbil ‘alamin wa shollallahu wa
sallam ‘ala ‘abdihi wa rosulihi Muhammad wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in
Wa ba’du : Beberapa saudara kami pernah
menanyakan kepada kami mengenai hukum membayar zakat fithri dengan uang.
Jawabannya : Tidak ragu lagi bagi setiap muslim
yang diberi pengetahuan bahwa rukun Islam yang paling penting dari agama yang
hanif (lurus) ini adalah syahadat ‘Laa ilaha illallah wa anna Muhammadar
Rasulullah’. Konsekuensi dari syahadat laa ilaha illallah ini adalah seseorang
harus menyembah Allah semata. Konsekuensi dari syahadat ‘Muhammad adalah
Rasul-Nya’ yaitu seseorang hendaklah menyembah Allah hanya dengan menggunakan
syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Telah kita
ketahui bersama) bahwa zakat fithri adalah ibadah berdasarkan ijma’
(kesepakatan) kaum muslimin. Dan hukum asal ibadah adalah tauqifi (harus
berlandaskan dalil). Oleh karena itu, setiap orang hanya dibolehkan
melaksanakan suatu ibadah dengan menggunakan syari’at Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Allah telah mengatakan mengenai Nabi-Nya ini,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا
وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an)
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm [53] : 3-4)
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ
مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam
agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR.
Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Dalam riwayat Muslim, beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا
فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan
ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah
menjelaskan mengenai penunaian zakat fithri –sebagaimana terdapat dalam hadits
yang shohih- yaitu ditunaikan dengan 1 sho’ bahan makanan, kurma, gandum,
kismis, atau keju. Bukhari dan Muslim –rahimahumallah- meriwayatkan dari
‘Abdullah bin ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-, beliau berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -
زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ
وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ
الْمُسْلِمِينَ ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى
الصَّلاَةِ
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mewajibkan zakat fithri berupa satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap
muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun
dewasa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menunaikan
zakat ini sebelum orang-orang berangkat menunaikan shalat ‘ied.” (HR. Bukhari
no. 1503).
Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu
mengatakan,
كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ
صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ
“Dahulu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam kami menunaikan zakat fithri berupa 1 sho’ bahan makanan, 1 sho’ kurma, 1
sho’ gandum atau 1 sho’ kismis.” (HR. Bukhari no. 1437 dan Muslim no. 985)
Dalam riwayat lain dari Bukhari no. 1506 dan
Muslim no. 985 disebutkan,
أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ
“Atau 1 sho’ keju.”
Inilah hadits yang disepakati keshohihannya dan
beginilah sunnah (ajaran) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
menunaikan zakat fithri. Telah kita ketahui pula bahwa ketika pensyari’atan dan
dikeluarkannya zakat fithri ini sudah ada mata uang dinar dan dirham di tengah
kaum muslimin –khususnya penduduk Madinah (tempat domisili Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, pen)-. Namun, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
menyebutkan kedua mata uang ini dalam zakat fithri. Seandainya mata uang
dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan penjelasan padahal sedang dibutuhkan.
Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membayar zakat fithri dengan
uang, tentu para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- akan menukil berita tersebut.
Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah
manusia yang paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan orang yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnahnya. Seandainya
ada di antara mereka yang membayar zakat fithri dengan uang, tentu hal ini akan
dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang berkaitan dengan
syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita).
Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al Ahzab
: 21)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ
الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا
الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah [9] : 100)
Dari penjelasan kami di atas, maka jelaslah bagi
orang yang mengenal kebenaran bahwa menunaikan zakat fithri dengan uang tidak
diperbolehkan dan tidak sah karena hal ini telah menyelisihi berbagai dalil yang
telah kami sebutkan. Aku memohon kepada Allah agar memberi taufik kepada kita
dan seluruh kaum muslimin untuk memahami agamanya, agar tetap teguh dalam agama
ini, dan waspada terhadap berbagai perkara yang menyelisihi syari’at Islam.
Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. (Majmu’ Fatawa
Ibnu Baz, 14/208-211)
Peringatan : Melalui penjelasan di atas kami rasa
sudah cukup jelas bahwa pembayaran zakat fithri dengan uang tidaklah tepat.
Inilah pendapat mayoritas ulama termasuk madzhab Syafi’iyah yang dianut oleh
kaum muslimin Indonesia. An Nawawi mengatakan, “Mayoritas pakar fikih tidak
membolehkan membayar zakat fithri dengan qimah (dicocokkan dengan harganya),
yang membolehkan hal ini hanyalah Abu Hanifah.” (Syarh Muslim, 3/417). Namun,
sayangnya kaum muslimin Indonesia yang mengaku bermadzhab Syafi’i menyelisihi
imam mereka dalam masalah ini. Malah dalam zakat fithri, mereka manut madzhab
Abu Hanifah. Ternyata dalam masalah ini, kaum muslimin Indonesia tidaklah
konsisten dalam bermadzhab.
Kami hanya bisa menghimbau kepada saudara-saudara
kami selaku Badan Pengurus Zakat agar betul-betul memperhatikan hal ini.
Tidakkah kita merindukan syi’ar Islam mengenai zakat ini nampak? Dahulu, di
malam hari Idul Fithri, banyak kaum muslimin berbondong-bondong datang ke
masjid-masjid dengan menggotong beras. Namun, syiar ini sudah hilang karena
tergantikan dengan uang. Semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin dan
memudahkan mereka mengikuti syari’at-Nya. (Perkataan Nabi Syu’aib) : ‘Aku tidak
bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan.’
Penerima Zakat Fithri
Penerima zakat fithri hanya dikhususkan untuk
orang miskin dan bukanlah dibagikan kepada 8 golongan penerima zakat
(sebagaimana terdapat dalam surat At Taubah:60). Inilah pendapat Malikiyah dan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menyelisihi mayoritas ulama. Pendapat ini
lebih tepat karena lebih cocok dengan tujuan disyariatkannya zakat fithri yaitu
untuk memberi makan orang miskin sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas
di atas,” ... untuk memberikan makan orang-orang miskin”. (Lihat Shohih Fiqh
Sunnah, II/85)
Waktu Mengeluarkan Zakat Fithri
Zakat fithri disandarkan kepada kata ‘fithri
(berbuka artinya tidak berpuasa lagi)’. Oleh karena itu, zakat fithri ini
dikaitkan dengan waktu fithri tersebut. Ini berarti zakat fithri tidaklah boleh
didahulukan di awal Ramadhan.
Perlu diketahui bahwa waktu pembayaran zakat itu
ada dua macam : Pertama adalah waktu utama (afdhol) yaitu mulai dari terbit
fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied. Dan
kedua adalah waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Ibnu Umar. (Lihat Fatawal Aqidah wa
Arkanil Islam, 640 & Minhajul Muslim, 231)
Ibnu Abbas berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً
لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ
وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkara yang
sia-sia dan perkataan kotor, sekaligus untuk memberikan makan untuk orang-orang
miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘ied, maka itu adalah
zakat yang diterima. Namun, barangsiapa yang menunaikannya setelah salat ‘ied
maka itu hanya sekedar shodaqoh.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Dalam Shohih wa
Dho’if Sunan Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Namun kewajiban ini tidak gugur di luar waktunya.
Kewajiban ini harus tetap ditunaikan walaupun statusnya hanya sedekah. Abu Malik
Kamal (Penulis Shohih Fiqh Sunnah) mengatakan bahwa pendapat ini merupakan
kesepakatan para ulama yaitu kewajiban membayar zakat fithri tidaklah gugur
apabila keluar waktunya. Hal ini masih tetap menjadi kewajiban orang yang punya
kewajiban zakat karena ini adalah utang yang tidak bisa gugur kecuali dengan
dilunasi dan ini adalah hak sesama anak Adam. Adapun hak Allah, apabila hak
tersebut diakhirkan hingga keluar waktunya maka tidak dibolehkan dan tebusannya
adalah istigfar dan bertaubat kepada-Nya. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, II/84).
Wallahu a’lam bish showab.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa
sallam.
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com